The Red Turtle (2016) Movie Review - LEMONVIE

The Red Turtle (2016) Movie Review

, , No Comments


Ditempat paling kecil, sunyi dan sempit sekalipun manusia akan temukan apa yang disebut kebahagiaan. The Red Turtle aka La tortue rouge mungkin semacam metafora kehidupan, selain memandang bahwa ada sebentuk life survival manusia ditengah keputusasaan dan kesepian. Selepas sang legenda Hayao Miyazaki pergi meninggalkan kursi sutradara, eks-partner studio Ghibli kemudian tertarik memanggil Michael Dudok de Wit untuk mengangkat animasi mereka ke layar lebar, menyukai salah satu film pendeknya berjudul Father and Daughter (2000). Akhirnya diputuskan de Wit mengarahkan film Ghibli pertama untuk versi non-Jepang bersama studio besar lainnya, Wild Bunch.

Bersamaan dengan hype besar film animasi Your Name, ditahun yang sama, nama The Red Turtle mungkin tidak terlalu menggema dibanding rivalnya yang sukses di box office Jepang tahun 2016. Tapi, disisi lain film ini sukses merangkak ke nominasi Oscar pada kategori "Best Animated Feature Film" mengalahkan karya Makoto Shinkai, yang lagi-lagi studio Ghibli harus berbangga hati meski lepas dari maestro-nya, karya mereka tetap diminati oleh para juri Oscar.

Mungkin jangan dulu membayangkan kisahnya mirip "Cast Away", Robert Zemeckis, memang kisahnya soal pria "tanpa nama" terdampar dan terisolasi disebuah pulau tropis tak berpenghuni, tapi ini bukan sebuah kisah survival berjuang bertahan hidup, melainkan tentang makna dibalik hidup, keluarga, cinta dan alam yang indah tempat manusia bernaung. Hingga takdir mempertemukan pria tersebut dengan seekor penyu merah, mengubah hidup pria itu untuk selamanya.


Film ini dibungkus dengan animasi sederhana dan apa adanya, tekstur warna dan sketsanya lebih mirip buku gambar. Tidak seperti animasi Ghibli biasanya, penuh dengan fantasi, imajinasi dan dunia tanpa batas dari realisasi penuh warna dan karakter yang sangat unik dan aneh. The Red Turtle tampil minimalis, hanya potret pria dewasa normal dengan baju putih lusuh dipakainya, sesekali semacam anjing laut, kepiting bayi, burung, hingga dipastikan penyu yang hidup di pulau tersebut hanyalah comic relief tanpa embel-embel sihir dsb. Tapi, tentu saja sentuhan animasinya tetap luar biasa, menangkap setiap moment seperti sunset, langit bintang, dan berbagai animasi yang terkesan natural begitu tertangkap mata kita. Dan sesekali juga lewat mimpi dan delusi si "pria" yang kalut karena kesepian pun semakin memberi dinamika animasi yang dilihat dalam secarik kertas tampak statis tapi surprisingly ini panorama indah dan luar biasa cantik.

Filmnya tanpa dialog, entah karena ekspresi dari de Wit yang notabene pembuat film pendek, hanya terdengar sayup-sayup sekedar panggilan, "heiii". Tapi, sentuhan tersebut menambah penyampaian film yang tampak lebih membumi, tanpa harus berjibaku membentuk dan mengenal tokoh dengan dialog yang cerewet ataupun corak cerita yang rumit. Bersamaan dengan Pascale Ferran membantunya menulis naskah, The Red Turtle menyampaikan kesubtilan soal kehidupan, keluarga, dan cinta, hingga hal-hal membawa secarik kisah fantasi dan soft fable. Mengurai fase kehidupan panjang sampai masa tua, seolah konteks masalah yang dihadapi sang "pria" dalam kebuntuan, kesepian dan kesulitan di awal, hilang sekejap tumbuh mengenal cinta dan keluarga menjadi solusi dan harapan. Entah kamu ada diperbatasan hidup paling rumit dan sukar sekalipun, hingga datang masa-masa paling putus asa, ini seolah gambaran realita dalam metafora soal kehidupan. Bahkan sketsa Tsunami yang menerjang pulau pun seakan menggambarkan realita peristiwa tak diinginkan dalam hidup.

Filmnya indah dan luar biasa, hingga di penghujung akhirpun secara sentimental membuat kita sadar, ada sesuatu yang menghilang saat orang-orang yang kita cintai menghilang dan pergi begitu saja, Menggambarkan betapa hidup adalah proses yang sama, "lahir", "hidup", "mencari", "tua" dan "mati". Menyiratkan pasang surut hidup seperti bagaimana sang pria pertama kali hidup kesepian dan melarat ditengah pulau, berubah sebagaimana sosok wanita yang ia cintai merubah segalanya. Filmnya sederhana, tapi tetap menyampaikan materinya begitu kuat dan menyentuh sebagaimana film-film Ghibli, meski terdapat banyak metafora yang kurang lebih sulit dicerna karena filmnya pun tidak dibentuk dengan istimewa, tapi ini murni bahwa, "Keajaiban adalah realita kehidupan dan proses mencari makna hidup yang bisa dicari seorang manusia dibawah batu sekalipun."



| Director |
Michael Dudok de Wit
| Writer |
Michael Dudok de Wit, Pascale Ferran 
| Studio |
Studio Ghibli
| Rating |
PG (for some thematic elements and peril)
| Runtime |
92 minutes (1h 20min)



OFFICIAL RATING | THE RED TURTLE (2016)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes

0 comments:

Post a Comment