
🙶 I was trying to make the moment more epic.🙷
Pertama kali saya doyan yang namanya nonton film, Transformers, jadi salah satu favorit yang membuat saya tergila-gila dengan karya Michael Bay satu ini. Terbatas bodohnya saya soal film, terpikat oleh daya tarik CGI dan robot super-duper-keren juga transformasi mereka ke mobil sport mewah yang tak kalah ultra-kecenya. Esensi menonton Transformers memang menjadi ketakjuban sendiri melihat Amerika Serikat pertama kali dimana negara lain pun belum sanggup menyentuh kerealistisan dan kemewahan yang ditawarkan film ini. Tentu saja alasan ini mendasar, lewat kemunculan perdana Transformers film Bay langsung mampu membuat takjub hati penonton maupun segelintir kritikus, dimana film pertamanya mampu menyabet 3 nominasi Oscar untuk kategori "Best Achievement in Sound Mixing", "Best Achievement in Sound Editing", dan "Best Achievement in Visual Effects". Menggebrak batas-batas visual dan auditory spektakular pada masa itu.


Tapi, Bay seperti terlena dan teradiksi dengan kesuksesan film pertama, hingga trilogi tercipta melalui "Revenge of the Fallen" dan "Dark of the Moon" yang ternyata tidak sebaik pendahulunya. Menyatakan film tersebut akan berakhir, nyatanya Bay masih bernafsu dan enggan mengakhiri perjuangan Optimus Prime dan para Autobots untuk melindungi bumi dan manusia, hingga dilanjutkan dengan Cade Yeager (Mark Wahlberg), menggantikan posisi Sam Witwicky (Shia LaBeouf) sebagai peran sentral. Rasa lelah ketika Bay sama sekali mengabaikan eksekusi matang cerita, melainkan membudidayakan visual effect hingga sound effect penuh ledakan. Hingga semakin saya menonton film Transformers, kejenuhan dan rasa lelah menonton film tak berotak hasil ambisi besar Bay ini tak meninggalkan kesan berarti, kecuali rasa jengkel.
Melanjutkan sekuel Transformers: Age of Extinction, rupanya bumi masih belum bisa jauh dari kata aman, setelah terombang-ambing di angkasa, Optimus Prime mencoba kembali ke planetnya Cybertron untuk menemui penciptanya, Quintessa. Tapi, Quintessa punya rencana lain guna menjadikan bumi sebagai wadah dan tumbal untuk mengembalikan planet mati Cybertrone seperti sedia kala. Dilain pihak, bumi, saat para Transformers berduyun-duyun datang ke bumi melalui sebongkah komet menjadi ancaman tersendiri bagi manusia, hingga diciptakan sebuah organisasi bernama TRF (Transformers Reaction Force) untuk memburu para Transformers. Sehingga sang heroik pelindung para Autobots, Cade Yeager bersama rekan setianya Bumblebee terpaksa bersembunyi sebagai buronan dunia.
Sebetulnya banyak sekali ruang lingkup yang dihadirkan dalam film Transformers sebagaimana konflik memecah berbagai sudut pandang cerita, menjadi wadah konflik yang lebih besar dan lebih universal, hingga mencoba mencocokkan sekelumit legenda Inggris, King Arthur hingga sosok penyihir Merlin, bahkan juga membawa-bawa perang dunia II hingga jam pembunuh yang konon telah menewaskan sang Fuhrer, Hitler sebagaimana peran para Transformers lebih besar dari yang kita duga. Tapi, ya itu tadi, jangan pernah berharap penyajian naskah cerita Art Marcum, Ken Nolan, dan Matt Holloway ini seepik kedengarannya. Menjelajahi segala cerita ajaib nan absurd, 2 jam 29 menit disajikan melalui gegap gempita visual CGI bombastis yang faktanya ini film Transformers termahal yang pernah dibuat Bay, hingga desingan sound effect dari sekedar dialog para Transformers dan suara robot Quintessa mirip efek DJ robot, hingga suara senjata nan canggih non-stop tidak membuatmu berkedip dan pasang telinga sepanjang film. Ini film bombastis dengan susunan cerita penuh kehampaan, penuh plot sembarang tempel seperti kapal Titanic yang tiba-tiba hancur dan menjadi kacau-balau saat menabrak bongkahan es.
Saya sebenarnya bingung mendefiniskan film Transformers dengan banyak plot yang kacau balau, kecuali CGI non-stop bin mahal ini sepenuhnya masih memanjakan mata, memang tidak membosankan, tapi pengaruh ini menyebabkan rasa jengkel ditambah rasa mual tak tertahankan mengiringi transisi cerita tak bersusun, melompat kesana kemari, hingga terburu-burunya Bay dalam bercerita tanpa substansi yang terkukuh kuat, ditambah durasinya pun terlampau panjang untuk menyebabkan rasa lelah hingga rasa ngantuk tak tertahankan oleh mata. Temponya cepat, secepat lompatan cerita yang tidak lagi fokus untuk bisa sekedar membentuk narasi dan tensi, perkembangan karakter, motif, hingga emosi dan chemistry yang memikat kuat. Meski sedikitnya tercuri kedekatan kita pada karakter utama, Yeager kala itu seorang single parent, ditinggal anak perempuannya kuliah, berusaha mencari pendamping hidup, hingga kisah memilukan seorang gadis bernama Izabella (Isabela Moner), hidup diantara reruntuhan kota saat menjadi korban perang epik di film prekuelnya dahulu.
Melanjutkan sekuel Transformers: Age of Extinction, rupanya bumi masih belum bisa jauh dari kata aman, setelah terombang-ambing di angkasa, Optimus Prime mencoba kembali ke planetnya Cybertron untuk menemui penciptanya, Quintessa. Tapi, Quintessa punya rencana lain guna menjadikan bumi sebagai wadah dan tumbal untuk mengembalikan planet mati Cybertrone seperti sedia kala. Dilain pihak, bumi, saat para Transformers berduyun-duyun datang ke bumi melalui sebongkah komet menjadi ancaman tersendiri bagi manusia, hingga diciptakan sebuah organisasi bernama TRF (Transformers Reaction Force) untuk memburu para Transformers. Sehingga sang heroik pelindung para Autobots, Cade Yeager bersama rekan setianya Bumblebee terpaksa bersembunyi sebagai buronan dunia.


Sebetulnya banyak sekali ruang lingkup yang dihadirkan dalam film Transformers sebagaimana konflik memecah berbagai sudut pandang cerita, menjadi wadah konflik yang lebih besar dan lebih universal, hingga mencoba mencocokkan sekelumit legenda Inggris, King Arthur hingga sosok penyihir Merlin, bahkan juga membawa-bawa perang dunia II hingga jam pembunuh yang konon telah menewaskan sang Fuhrer, Hitler sebagaimana peran para Transformers lebih besar dari yang kita duga. Tapi, ya itu tadi, jangan pernah berharap penyajian naskah cerita Art Marcum, Ken Nolan, dan Matt Holloway ini seepik kedengarannya. Menjelajahi segala cerita ajaib nan absurd, 2 jam 29 menit disajikan melalui gegap gempita visual CGI bombastis yang faktanya ini film Transformers termahal yang pernah dibuat Bay, hingga desingan sound effect dari sekedar dialog para Transformers dan suara robot Quintessa mirip efek DJ robot, hingga suara senjata nan canggih non-stop tidak membuatmu berkedip dan pasang telinga sepanjang film. Ini film bombastis dengan susunan cerita penuh kehampaan, penuh plot sembarang tempel seperti kapal Titanic yang tiba-tiba hancur dan menjadi kacau-balau saat menabrak bongkahan es.

Saya sebenarnya bingung mendefiniskan film Transformers dengan banyak plot yang kacau balau, kecuali CGI non-stop bin mahal ini sepenuhnya masih memanjakan mata, memang tidak membosankan, tapi pengaruh ini menyebabkan rasa jengkel ditambah rasa mual tak tertahankan mengiringi transisi cerita tak bersusun, melompat kesana kemari, hingga terburu-burunya Bay dalam bercerita tanpa substansi yang terkukuh kuat, ditambah durasinya pun terlampau panjang untuk menyebabkan rasa lelah hingga rasa ngantuk tak tertahankan oleh mata. Temponya cepat, secepat lompatan cerita yang tidak lagi fokus untuk bisa sekedar membentuk narasi dan tensi, perkembangan karakter, motif, hingga emosi dan chemistry yang memikat kuat. Meski sedikitnya tercuri kedekatan kita pada karakter utama, Yeager kala itu seorang single parent, ditinggal anak perempuannya kuliah, berusaha mencari pendamping hidup, hingga kisah memilukan seorang gadis bernama Izabella (Isabela Moner), hidup diantara reruntuhan kota saat menjadi korban perang epik di film prekuelnya dahulu.

Meski begitu, masih banyak hal positif sehubungan dangkalnya cerita nan epik penuh keabsurdan film Transformers. Kala kita masih menemukan beberapa imajinasi liar Bay sehubungan karakter baru yang muncul baik para Transformers maupun manusia. Ada beberapa karakter menarik yang masih mencuri atensi sehubungan desain kopi ulang karakter familiar di film-film seperti "Wall-E" dan "Chappy". Karakter manusia pun sama halnya, saat dua wanita beda generasi mulai mendekati kehidupan Yeager, tampil cantik juga sensual yang tak kalah memikatnya dengan Megan Fox dan Rosie Huntington-Whiteley. Dua-duanya memang lumayan memikat tidak hanya menjual daya tarik fisik, melainkan performa akting hingga memberi nyawa Vivian Wembley (Laura Haddock) dan Izabella sebagai pemanis, terutama Izabella, peran gadis kecil yang rasanya terlalu di eksploitasi Bay dengan umur dibawah kewajaran gadis seusianya. Namun sayang, Anthony Hopkins yang berperan sebagai Sir Edmund Burton, penghubung antara Vivian dan Yeager, sepintas punya andil besar namun ternyata hanya tokoh kosong belaka.
Overall, Transformers: The Last Knight masih layak tonton bagi mereka yang mencari hiburan tak berotak dengan maksimalitas visual dan gelora sound effect, mengabaikan keabsurdan dan ketidakmasuk akalan cerita. Hingga lontaran demi lontaran kocak barisan komedi, kadang garing, kadang lucu juga masih cukup mampu menyegarkan, meski kedunguan dan kebisingan cerita masih tak terbendung oleh pikiran kita. Well, saya harap fakta bahwa Transformers ke-5 akan menjadi film terakhir si-jenius Michael Bay yang terlupakan, meski masih terdengar isu soal 14 naskah yang akan dikembangkan untuk franchise ini kedepannya. Tentu menarik melihat siapa lagi yang akan menangani film epik ini sekali lagi.

| Director |
Michael Bay
| Writer |
Art Marcum, Ken Nolan, Matt Holloway
| Cast |
| Cast |
Anthony Hopkins, Mark Wahlberg, Isabela Moner, Laura Haddock,
| Studio |
| Studio |
| Rating |
| Runtime |
149 minutes (1h 50min)
![]() |
![]() |
OFFICIAL RATING | TRANSFORMERS: THE LAST KNIGHT (2017)
0 comments:
Post a Comment