Blade of the Immortal (2017) Movie Review - LEMONVIE

Blade of the Immortal (2017) Movie Review

, , No Comments
🙶But do right and wrong matter when it's for people you love?🙷

Saya cukup terkesan sekaligus terkejut bahwa salah satu film yang berasal dari adaptasi manga/anime karya Hiroaki Samura ini meraih cukup banyak respon positif dari review luar semacam rottentomatoes dengan perolehan 82% dan metacritic 69%. Dibalik itu semua memang ada nama besar yang pantas diperhitungkan, tiada lain sang sutradara Takashi Miike yang dikenal akan film-filmnya yang fenomenal yaitu "13 Assassins", "Ichi the Killer" dan "Audition". Meski begitu tak bisa dipungkiri bahwa tahun 2015 lalu ia gagal memperoleh kesuksesan kala membuat film "Yakuza Apocalypse" yang justru dianggap terlalu absurd dan memantik bahwa karya yang satu ini kurang digarap dengan serius, hingga "Blade of the Immortal" aka Mugen no Junin muncul sebagai "act of retribution" buat Miike.

Berkisah tentang seorang samurai  bernama Manji (Takuya Kimura) yang diberi kekuatan keabadian oleh nenek misterius yang mengaku sebagai Yaobikuni. Kekuatan yang didapat dari cacing darah tersebut membuatnya tak bisa mati meski ditebas dan ditusuk berkali-kali. Sebagai samurai penyendiri nama Manji mulai terkenal selain karena harga kepalanya sebagai buronan cukup tinggi. Hingga 50 tahun kemudian seorang gadis tak berdosa bernama Rin Asano (Hana Sugisaki) mengalami kepahitan saat anak dari pemimpin dojo ini harus melihat ayahnya dibunuh dan ibunya diculik dan diperkosa oleh para anggota Itto-ryu yang saat itu sedang mengambil alih dojo-dojo di wilayah tersebut, dipimpin oleh samurai berkemampuan tinggi Anotsu Kagehisa (Sota Fukushi). Demi niatan membalas dendam, Rin yang mendapat kabar akan kemampuan hidup abadi Manji, menyewanya sebagai bodyguard dan membantunya menyelesaikan misi balas dendamnya.


Cukup terbayang jika siapapun yang berpikir bahwa "Blade of the Immortal" mirip dengan "Rurouni Kenshin", sepintas tidak salah tapi tidak juga benar. Justru Blade of the Immortal terasa jauh lebih spicy dan gory, melihat banyaknya darah muncrat berceceran, hingga kaki dan tangan yang tampak putus tertebas kian tak berhenti bertebaran di tiap saat. Selayaknya film Takashi Miike yang terdahulu memang kerap menggunakan darah dan sayatan mengerikan semacam film slasher miliknya Ichi the Killer dan Audition yang fenomenal, Blade of the Immortal adalah jaminan bahwa Miike layak dijuluki Quentin Tarantino versi negeri Sakura.

Sayangnya, bagian aksi yang terbilang tampak gila-gilaan dan brutal ini tampak terasa repetitif, meski adu pedang dan tusuk menusuk tubuh yang menancap di badan Manji kian memberi efek rasa nyeri dan ngilu sepanjang cerita, aksi non-stop ini malah kurang menggairahkan. Saya mungkin tidak berbicara soal koreografi keren nan apik seperti "The Raid"-nya Gareth Evans. Hanya saja aksi yang kian padat kurang memorable dan kurang menancap di benak saya setiap kali Manji mengayunkan pedangnya berhadapan dengan petarung-petarung tangguh yang bisa dibilang punya karismatiknya masing-masing. Karena berhadapan dengan linimasa cerita penuh adegan bak-bik-buk tanpa henti, tapi mengedepankan esensi aksi dan kegilaan, tapi tak satupun adegan terasa lebih mendebarkan yang justru dijejali dengan aksi medioker ketimbang epic moment.


Tapi, bagian terbaiknya datang dari script naskah yang menjanjikan. Selama ini kelemahan di tiap-tiap live action yang diadaptasi manga/anime berasal dari naskah yang kurang cerdik merangkum konflik, cerita dan karakter yang diadaptasi. Miike dan penulis naskah yang membantunya Tetsuya Oishi berhasil meramu kesemua hal tersebut dalam sinkronitas yang cantik, menjangkau padatnya alur cerita manga yang jumlahnya 30 volume dalam satu naskah yang brilliant. Hal-hal yang tampak klise seperti motif balas dendam, rasa cinta, perjuangan, kesetiaan, penyesalan dan masa lalu kelam terasa begitu hidup. Dan setumpuk karakterisasi tokoh yang dijejali dalam durasi 140 menit ini cukup solid dan tiap tokoh mendapat peran yang setimpal, meski ada beberapa yang masih kurang menonjol karena keterbatasan durasi dan waktu, tapi Miike masih mampu mempertahankan tiap tokoh untuk berkembang dan jelas tokoh sampingan yang berjibun mendapatkan injeksi seadanya tanpa harus kehilangan identitas.


Takuya Kimura sebagai leading actor cukup berperan baik dengan tatapan matannya yang tajam, meski dengan raut wajah tak ramah dan pelit senyum, tapi kian mengisyaratkan relevanitas latar belakangnya yang gelap. Berpasangan dengan Hana Sugisaki sebagai Rin dan Machi, meski tampak agak kaku saat beradu akting, tapi kerap setiap moment mampu membangun chemistry diantara mereka berdua, dan bahkan tak jarang gurauan dan sedikit kekonyolan malah menghidupkan timbal balik diantara keduanya, membangkitkan sedikit sensitifitas antar tokoh yang ada. Kazuki Kitamura pun tampil cukup menarik, berperan sebagai Sabato Kuroi memancing aura quirky dan sharp, meski perannya tidak terlalu kontras disini. Sota Fukushi yang berperan sebagai antagonis sentris, meski agak timpang, tapi perannya sebagai Anotsu yang berkarakter dingin dan karismatik tetap terangkat, ditambah hubungan misteriusnya dengan Makie Otono-Tachibana (Erika Toda) yang setia padanya, memberikan kompleksitas watak Anotsu sebagai titular karakter yang gila ambisi tapi tetap memiliki penekanan moralitas dan emosi manusiawi yang subtil.

Overall, Blade of the Immortal sangat menghibur, menegaskan sutradara Takashi Miike adalah sineas brilliant dari negeri Jepang yang patut diperhitungkan. Kelemahan dasar film ini hanya terletak pada formulasi utama yang coba ditonjolkan Miike pada bagian action sebagai dasar kekuatan justru jadi kelemahan, apalagi ditambah kebrutalan dan kegilaan yang tampaknya "Mo-brothers" atau "Gareth Evans" jauh lebih greget daripada ini. Tapi, lagi-lagi tanpa script dan transformasi yang sempurna, semua itu tidak akan ada apa-apanya. Sebagai film ke-100 Takashi Miike, ini adalah salah satu adaptasi manga terbaik diantaranya.




0 comments:

Post a Comment