LEMONVIE: 2012
Showing posts with label 2012. Show all posts
Showing posts with label 2012. Show all posts
🙶 She is like a dream you don't want to wake up from.🙷

Awalnya Mud terlihat sangat mirip dengan kedua film arahan sutradara Coen Brothers, antara "No Country for Old Men" dan "True Grit", dengan atmosfer kental yang terasa gritty, mysterious and thrilling. Jeff Nichols selaku sutradara yang pernah menggelarkan film misteri berjudul "Take Shelter" yang mengacak-acak pikiran saya lewat keraguan antara kenyataan dan delusi. Mud hampir sepenuhnya sama, hanya saja genre yang saya sebutkan diatas dicampur adukkan melalui pengkisahan ala drama coming of age sederhana dengan pengembangan cerita yang lebih adult dan faded.

Mud sesungguhnya sederhana dan film ini tentu saja bukan tipikal film yang dipenuhi adegan berdarah ataupun action yang dipenuhi baku hantam antar pria koboi, tampil dengan elemen misterinya yang intens film ini mengajak kita mengenal dua bocah belasan tahun bernama Ellis (Tye Sheridan) dan Neckbone (Jacob Lofland) yang sedang menyusuri sungai Mississipi karena tertarik melihat sebuah perahu boat tua yang tergantung di atas pohon di sebuah pulau tak berpenghuni. Tapi, mereka tak menyangka bahwa di sana mereka bertemu dengan seorang buronan bernama Mud (Matthew McConaughey) yang sedang bersembunyi dipulau dengan wajah kumal, kemeja putih kotor, sambil tersenyum hangat Mud meminta bantuan mereka dan mengajaknya bekerja sama.

Mud ternyata film yang kental menceritakan soal cinta dan hakikatnya dalam kehidupan muda dan dewasa seorang manusia, tapi bukan berarti Nichols fokus menjadikannya romansa penuh melodrama layaknya film Nicholas Sparks. Film ini jauh lebih dewasa dalam menuturkan kisah cinta yang terpisah jarak antara Mud dan kekasihnya Juniper (Reese Witherspoon). Melibatkan Ellis yang diperankan Tye Sheridan sebagai sudut pandang dan tokoh utama, Mud menjelma menjadi sketsa tokoh yang memiliki segudang problematika kehidupan yang terbilang sangat kompleks. Sembari Ellis mengenali hubungan Mud dan Juniper, ia pun kerap mencari dan memaknai arti cinta itu sendiri sambil menatap hubungan retak kedua orang tuanya yang membuatnya struggling.



Mud buat saya adalah pesona film yang berbeda dari kebanyakan film regular, Nichols lewat nuansanya yang terbilang kusam, tapi maknanya jauh lebih warm dan heartbreaking dalam menyerempetkan segala empati dan sentimentil kita pada emosi para tokoh. Apalagi misteri film ini disebarkan melalui pengaruh karismatik Matthew McConaughey sebagai pria misterius, abstrak dan penuh kejutan. Dan juga Sheridan sebagai messenger dan penghubung antara dua tokoh dewasa ini mengalami goncangan emosi kala ia terus mempertanyakan eksistensi cinta yang selalu datang ke dalam hidupnya, antara sifat anak kecil yang jujur dan simpatik namun juga naif kala ia terbawa oleh permasalahan besar dan rumit orang dewasa. Bahkan sesekali saya sebagai penonton turut terguncang kala ikut-ikutan naif melihat cinta itu diperlihatkan sangat manis dan indah, lalu Nichols mengobok-oboknya dengan sinis dan pahit perihal cinta sesungguhnya begitu menyakitkan dan palsu di belakangnya, hingga hal tersebut terjadi berulang kali membuat saya terombang-ambing hingga muncul pertanyaan dari alam bawah sadar saya, "What love is matter?"


Meski Jeff Nichols terbilang bukan big director semacam Steven Spielberg ataupun Christopher Nolan. Melihat Mud juga bukan film yang terasa ambisius, tapi secara komposisi Mud adalah film besar yang punya substansi cerita yang kokoh dan kuat. Pergolakkan emosi kita saat menemui berbagai segmentasi konflik kala cerita terus menggedor emosi hingga membolak-balikkan saya pada rangkaian kisah yang sentimentil. Ditunjang kehebatan Matthew meski bisa dibilang ia bukan tokoh sentral, pesonanya muncul dalam kemisteriusan dan kehangatan yang terpancar dari lusuhnya tokoh yang ia perankan. Dan film ini menjadi awal mula Matthew mulai banyak berakting di film-film besar setelahnya, meski sebelumnya ia adalah aktor yang sering bermain di film rom-com murahan yang hobi membuka baju, tapi akhirnya saya juga secara pribadi menyukai aktingnya di "Dallas Buyers Club" dan "Interstellar". Juga buat Witherspoon, mbak cantik yang aduhai ini punya pesona dan akting yang sebetulnya tidak banyak tapi beberapa kali hampir membuat emosi saya tercampur aduk kala memerhatikan setiap emosi yang keluar dari dirinya membuat saya percaya tak percaya akan perasaan tak jujur dalam hatinya.

Well, Mud memang terbukti adalah film yang sangat menawan, mencoba bercerita secara dalam dan substansial melalui tokoh dan ceritanya yang cukup mengejutkan. Dipuji dan disambut hangat oleh para kritikus memang tidak bisa dipungkiri, Mud adalah karya terbaik Jeff Nichols sejauh ini sepanjang saya menonton filmnya Take Shelter maupun "Midnight Special".



| Director |
Jeff Nichols
| Writer |
Jeff Nichols
| Cast |
Matthew McConaughey, Reese Witherspoon, Jacob Lofland, Tye Sheridan, Sam Shepard, Sarah Paulson, Ray McKinnon, Michael Shannon, Bonnie Sturdivant, Paul Sparks, Joe Don Baker
| Studio |
Lionsgate/Roadside Attractions
| Rating |
PG-13 (for some violence, sexual references, language, thematic elements and smoking)
| Runtime |
130 minutes (2h 10min)



OFFICIAL RATING | MUD (2012)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes
gambar film liberal arts by lemonvie
"Cinta beda umur. Waktunya Mengunjungi Kampus Lama!" 

SINOPSIS:
Bercerita tentang seorang pria bernama Jesse (Josh Radnor) yang kembali mengunjungi kampus lamanya setelah sepuluh tahun lamanya. Hingga kunjungannya tersebut membuatnya bertemu dengan salah satu gadis mahasiswi bernama Zibby (Elizabeth Olsen) yang membuat mereka tertarik satu sama lain.

REVIEW:
Yang membuat Saya tertarik dengan film satu ini adalah Elizabeth Olsennya. LOL (hahaha)... Ya, tentunya setelah melihat aktingnya di beberapa film Marvel sebagai Scarlett Witch, Saya akan mencoba mengulas film Rom-Com satu ini. Yang menarik dari film berdurasi 1 jam 37 menit adalah bagaimana hubungan chemistry antara Jesse dan Zibby ini menjadi menarik. Mereka memiliki dua kepribadian yang unik dan juga menarik, meski mereka memiliki umur yang terpaut jauh.

Tentu saja yang menjadi topik cerita film ini tidak sesederhana sinopsis yang Saya tulis di atas. Memang apa yang ingin disampaikan Josh Radnor selaku aktor utama sekaligus sutradara adalah hubungan rumit antara Jesse dan Zibby tersebut. Tentu saja hubungan yang awalnya tanpa disengaja ini menjadi dilema bagi keduanya. Ya, faktor umurlah yang menjadi topik film ini.

Meski Saya sangat menyukai kedua karakter utama dan juga karakter-karakter sampingan yang juga menarik, tapi Saya merasa ada yang kurang dari film ini. Jika ingin menyatakan soal konflik karakter disitulah letak kurangnya. Setiap orang yang menonton drama apalagi romantisme pastinya selalu menyukai bagaimana konflik utama itu dibuat, itulah yang menjadi rasa dari sebuah film. Tapi, sayangnya Saya hanya mendapat sedikit saja. Membuat Saya berpikir bahwa rom-com ini menjadi terlalu sederhana. Jika menilik akting tentu saja bagus melihat bagaimana begitu sukanya Saya dengan chemistry keduanya. Untuk komedinya sendiri meski bukan untuk pengocok perut namun ia tetap membuat Saya tersenyum.

OVERALL, jika menyukai sebuah drama rom-com maka tidak salahnya menikmati yang satu ini. Dia tidak buruk tapi juga tidak tampil istimewa. Ia terlalu sederhana namun kesederhanaan itu dibantu oleh chemistry menarik antara Radnor dan Olsen.

Liberal Arts (2012)
Liberal Arts (2012)
Liberal Arts (2012)
House at the End of the Street (2012)

SINOPSIS :

Bercerita tentang seorang gadis yang baru saja pindah rumah di sebelah lokasi tindak kejahatan. Tokoh utama dalam film ini diperankan oleh aktris Jennifer Lawrence. Bersama ibunya, Lawrence menyadari jika di depan tempat mereka tinggal pernah terjadi sebuah kasus pembunuhan ganda. Masalah pun muncul ketika korban terakhir sang pembunuh ternyata masih hidup.

Dalam segi cerita, film ini tidak begitu bagus dan cenderung terlalu banyak plot hole dan juga beberapa adegan yang dirasa terlalu konyol. Lalu, hanya sedikit ketegangan yang Saya rasakan dari awal cerita karena terlalu biasa dan terlalu berunsur kisah dramanya ketimbang horror yang ada. Hanya saja bagian tersebut terasa di bagian akhir dan juga terdapat twist ending yang rasanya lumayan menghibur. Lalu, porsi cerita dari setiap karakter pun tidak terlalu banyak berperan penting dan terlihat hanya untuk meramaikan tokoh cerita di dalamnya.

Untuk akting Max Theriot sebagai Ryan sendiri Saya rasa sudah cukup baik, dengan sifat keluguannya yang bisa terus menutupi menutupi sifat asli sebenarnya yang menjadi twist film ini. Mengingat karakter yang pernah diperankan Anthony Hopkins sebagai Norman Bates di film Psycho yang juga terkesan lugu. Untuk beberapa alasan kekonyolan plot adalah ketika Saya tak suka akan alasan dari ibunya Elissa yang protective terhadap Elissa yang menurut Saya agak terlalu aneh dan menyebalkan.

Yang bisa Saya rasakan disini adalah ketika beberapa momen menyentuh antara hubungan Elissa dan Ryan yang agak bisa mendalami emosi yang ada, dan bisa di rasakan pada akhir cerita ketika Elissa merasakan apa yang dirasakan oleh Ryan akan kesedihan dan kesendiriannya selama ini.

Well, cerita yang ditawarkan biasa-biasa saja dan hanya di paruh akhir yang bisa membuat ketegangannya baru terasa dengan ending yang mengejutkan. Untuk akting Jennifer Lawrence sendiri tidak begitu terlihat tampil buruk dan Ryan sebagai love Interest-nya Lawrence pun tampil lumayan memikat. Jadi, Ini bukanlah thriller yang memukau tetapi bukan juga yang terburuk, hanya saja cerita yang kurang berisi menjadi kurang memorable bagi yang telah menontonnya.
 
House at the End of the Street (2012)
House at the End of the Street (2012)
House at the End of the Street (2012)