LEMONVIE: 2015
Showing posts with label 2015. Show all posts
Showing posts with label 2015. Show all posts
🙶 We're all obscene. Everyone's obscene.🙷

Jika menilik dari keempat aktor dan artis yang bermain di film ini antara Tilda Swinton, Ralph Fiennes, Matthias Schoenaerts dan Dakota Johnson saya sudah mencium aroma kenakalan dan romansa erotisme yang liar dalam film ini. Terutama Dakota Johnson, perihal keberaniannya mengumbar adegan seks BDSM di film "Fifty Shades of Grey", meski saya berani bilang ketelanjangannya sangatlah sia-sia saat filmnya berakhir murahan. Mencermati film berjudul A Bigger Splash adaptasi dari novel dan film klasik Prancis-Italia berjudul "La Piscine" adalah film yang berbau perselingkuhan yang dilakoni keempat aktor dan artis yang mendominasi gambar dalam poster film ini. Ya, sesuai judulnya film yang disutradarai Luca Guadagnino memang tidak jauh dari yang namanya percikan (splash) air yang semata-mata dikonotasikan asal muasal masalah yang menghinggapi hubungan mereka berempat sebagai sebuah pertemuan tak diinginkan yang dilatar belakangi motif terselubung.

Marianne Lane (Tilda Swinton) dikenal sebagai rockstar besar yang sedang berlibur di pulau Pantelleria, Italia bersama kekasihnya Paul De Smedt (Matthias Schoenaerts) yang juga filmmaker terkenal. Tapi, privasi liburan mereka harus terganggu oleh kedatangan dua orang tidak diduga, Harry Hawkes (Ralph Fiennes) produser musik sekaligus teman lama Marianne dan Paul, datang bersama anak perempuannya yang cantik Penelope Lannier (Dakota Johnson). Tapi tentu saja kunjungan mereka tidak hanya mengganggu hari spesial mereka berdua, tapi lambat laun masa lalu yang pernah hinggap diantara mereka mulai menimbulkan kecemburuan dan prasangka yang berdampak pada hubungan yang semakin retak.


Diawal film memang kita tidak bisa menyangkal hubungan antara Marianne dan Paul De Smedt sebagai sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Kebahagiaan dan kesenangan mereka terpancar dari beberapa adegan seks yang intens, bertelanjangan di pondok, hingga bermain lumpur bersama. Film ini memang bercerita tentang cinta, hanya saja cinta digambarkan melalui rangsangan seksual yang luar biasa ditonjolkan oleh Guadagnino. Tidak melakukan seksual berarti tidak cinta bukan? Tapi, selain membahas soal cinta, seks dan nafsu, film ini menggiring kita dengan empat orang yang punya keunikan dan sifat sebagai point utama "permainan" yang memang sudah tampak terlihat dari perilaku yang nyatanya nyeleneh dan mengganggu.

Marianne sedang dalam tahap pemulihan pita suaranya yang sedang dalam kondisi pemulihan, ya seperti kita tahu dia bintang rock, maka dari itu akting Tilda sendiri dikategorikan seorang semi-bisu, meski berupaya bersuara itu hanya terdengar melalui suara mirip orang yang sedang flu berat. Paul tokoh yang kalem dan cool, orang yang paling merasa jengkel akan kedatangan Harry dan Penelope ini seringkali mengoprek kamera yang selalu ia bawa. Penelope, gadis yang mengaku berumur 22 tahun, dengan tampilan sedikit agak nakal dan wild selalu mencoba curi-curi pandang dan menggoda kekasih Marianne. Dan tentu saja yang paling gila, norak, eksentrik dan bermulut besar adalah Harry, mantan kekasih Marianne yang seringkali terlihat sedikit gila dan perilaku sembarangannya selalu membuat kita menepok jidat karenanya.


Mengetahui bahwa A Bigger Splash adalah film drama berbalut thriller-psychological, ya film ini dibentuk melalui kecanggungan dan keanehan. Tapi materinya tidak dibentuk secara substansial, sembari mengenal tokoh yang ada. Bercengkrama mengenal masing-masing sifat dan hubungan yang hadir diantara mereka, hingga akhirnya motif antara kedatangan dan juga hubungan masa lalu mereka mulai dikupas sedikit demi sedikit. Melalui bentuk guyonan dan lelucon, diiringi berbagai musik pendamping Observatory Crest, Jump Into the Fire, Emotional Rescue, Miss Manhattan dan Unforgettable, film ini memang sedikit bernuansa musik klasik hingga moment tercipta juga terasa asyik sekaligus misterius dan memancing rasa curiga. Sambil memperlihatkan luas dan indahnya pulau dari Pantelleria hingga bertemu warga lokal semakin memikat kita akan keadaan historis dan nuansa elok, kitapun semakin larut dalam hubungan yang tampaknya memang sedikit bisa diprediksi akan menjadi film yang dikotori oleh perselingkuhan.


Bersama dengan penulis naskah David Kajganich, A Bigger Splash adalah film tentang nafsu, hasrat dan cinta yang coba disampaikan melalui sebuah persentasi yang generik. Buat saya film ini hampir berpeluang menjadi cerita yang membosankan karena tidak diiringi sebuah emosi, tapi saya cukup suka Guadagnino membentuknya melalui karakter-karakter yang tampak mencurigakan dan memiliki gelagat yang aneh, terlebih hubungan antara Harry dan Penelope yang diceritakan sebagai sepasang ayah dan anak ini memancing skeptisme hubungan yang sangat dipertanyakan. Pondasi film ini begitu kuat karena penampilan berani dan liar dari keempat tokoh utamanya yang saya jamin dipenuhi tipu muslihat, kepura-puraan, dan kebenaran yang saya rasa cukup membuat saya jijik dan tidak percaya dengan yang dilakukan oleh Harry dan Penelope diakhir cerita, meski dirasa wajar jika mengatakan bahwa seperti yang dikatakan oleh Harry, "We're all obscene. Everyone's obscene. That's the whole fucking point. We see it and we love each other anyway." Meskipun perkataan itu tidak mutlak kita benarkan karena pada kenyataannya konklusi dalam film ini cenderung mengatakan bahwa cinta bisa mengorbankan apa saja termasuk orang yang kita anggap berharga bagi kehidupan itu sendiri. Meski rasa menjijikkan film ini terlalu tumpul karena eksistensi masa lalu yang coba diungkapkan terlalu kurang deep diceritakan, tapi saya rasa ini masih cukup relevan untuk yang memang mencari sebuah film yang menampilkan sebuah drama psikologis yang cantik dan erotisme sensual seperti ini.



| Director |
Luca Guadagnino
| Writer |
David Kajganich
| Cast |
Dakota Johnson, Matthias Schoenaerts, Ralph Fiennes, Tilda Swinton
| Studio |
Focus Features
| Rating |
R (for graphic nudity, some strong sexual content, language and brief drug use)
| Runtime |
125 minutes (2h 5min)



OFFICIAL RATING | A BIGGER SPLASH (2015)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes
"Catch Them If Ewe Can!"

REVIEW:

Tahu untuk pertama kalinya melalui penayangan stasiun televisi lokal, Shaun the Sheep menjadi salah satu serial kartun paling menghibur di televisi kita. Film ini merupakan kartun stop-motion yang berasal dari kota Inggris yang pertama kali ditayangkan sejak Maret 2007 di stasiun CBBC. Film Shaun the Sheep adalah sebuah kartun yang bercerita tentang kawanan para domba yang tinggal di sebuah lingkungan peternakan milik seorang farmer yang tidak diketahui namanya, para domba-domba tersebut juga dipimpin oleh seekor domba bernama Shaun (domba yang paling pintar menurut saya) dan teman setianya yaitu seekor anjing gembala bernama Bitzer. Saya sebetulnya tidak terlalu tertarik mengikuti serial televisi ini, sesekali mungkin di waktu senggang saya sempat menyaksikan namun tak sampai menonton dengan fokus. Layaknya "The SpongeBob Movie: Sponge Out of Water", serial kartun popular dari studio Aardman Animations pun dibuat versi movienya di tahun 2015 dengan judul Shaun the Sheep Movie, dan hebatnya film ini menjadi salah satu nominator di perhelatan terbesar film Oscar di kategori animasi dan juga kritikan super-positif 99% di rottentomatoes. Maka saya pun antusias untuk menonton kartun yang satu ini.


Surprisingly! Shaun the Sheep Movie ternyata sangat menarik dan sangat lucu. Sama seperti dalam serial tv nya, film ini punya segudang kekonyolan, kebanyolan dan tingkah lucu para domba selain dari aktivitas mereka sehari-hari di 'Mossy Bottom Farm'. Film ini sebetulnya menceritakan rasa bosan dan jenuh para domba yang setiap hari melakukan aktivitas dan rutinitas sama, hal ini berujung ide dan rencana para domba yang dipimpin oleh Shaun untuk mendapatkan hari libur tanpa diketahui oleh 'farmer' dan Bitzer. Tapi, disaat rencana matang mereka hampir berhasil, kekacauan terjadi saat para domba menidurkan farmer didalam sebuah caravan. Ganjalan roda caravan tersebut hancur dan membuat caravan tersebut berjalan tak terkendali hingga membuat farmer terseret keluar dari peternakan dan menuju 'The Big City', kota besar diluar Mossy Bottom. Para domba dan Bitzer mencoba menolong tapi sayangnya caravan melaju terlalu cepat sehingga membuat mereka kehilangan majikan mereka dan terpaksa harus mencarinya di kota besar.


Shaun the Sheep Movie sebetulnya adalah kartun dengan kadar cerita yang sederhana dan begitu familiar. Namun cerita yang tampak biasa ini menjadi sajian petualangan para domba (dalam tanda kutip) "semua hewan" di kota besar menjadi begitu seru dan hampir setiap scene mampu membuat saya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah konyol para domba ini. Kisahnya hampir mirip dengan 'Toy Story' meets 'The Secret Life Of Pets'. Shaun the Sheep Movie adalah perpaduan antara komedi slapstick pengocok perut dan classic silent comedy dimana kita hanya mendengar suara-suara hewan yang berasal dari sound effect juga ocehan manusia yang tidak jelas tutur kalimatnya. Setiap rentetan adegan kelucuan pun memecah aksi setiap para karakter, dari rombongan Shaun dkk yang bertemu dengan 'the ugly dog', Slip sampai aksi kejar-kejaran dengan penangkap hewan liar eksentrik, Trumper. Bitzer yang salah masuk ruang operasi di rumah sakit, hingga farmer yang amnesia dengan julukan Mr. X mendadak terkenal karena hasil cukuran (gaya rambut Shaun) menjadi trending kota, semua sequence slapstick terbukti efektif memancing tawa (terbahak-bahak) saya dengan segala ketidaklogisan dan kebodohan (kecuali Shaun) dalam film ini.


Tapi, selain dari materi komedi, dalam berbagai substansi yang dimasukkan dalam naskah cerita oleh Mark Burton dan Richard Starzak menjadikan Shaun the Sheep Movie terasa lebih istimewa. Ada bagian-bagian yang terasa heartwarming dan kadang juga terasa heartbreaking, ada timbal balik dalam hubungan tiap karakter menjadi terasa hangat dan menyentuh, seperti tampilnya sosok Slip sebagai anjing kesepian, jelek, kumuh yang tidak disukai oleh manusia tapi menjadi teman seperjalanan Shaun yang setia. Berbagai homage pun muncul sebagai parody cerita yang juga tidak sedikit menjadi sesuatu yang berhasil dipersentasikan dengan sangat lucu, seperti adegan paling terkenal pada masing-masing film  'The Wolverine', The 'Silence of the Lambs' bahkan 'Taxi Driver' sekalipun. Shaun the Sheep Movie adalah sebuah film yang bisa dinikmati oleh penonton muda maupun tua sekalipun, cerita yang sederhana dengan slapstick komedi yang lucu, animasi cantik, kompleks dan indah yang setiap adegannya dibuat 2 detik per hari, maupun kisah yang mengharu dan warm semakin memperjelas identitas film Aardman dan karakter kreasi dari Nick Park menjadi semakin menarik dan bermutu.




| Director |
| Writer |
| Studio |
StudioCanal, Aardman Animations
| Rating |
PG (for rude humor)
| Runtime |
85 minutes (1h 25min)



OFFICIAL RATING | SHAUN THE SHEEP MOVIE (2015)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes
Amy Winehouse
"Aku sama sekali tak pernah berpikir menjadi sangat terkenal. Aku tak pernah berpikir bisa mengatasinya. Aku mungkin bisa gila, kau tahu maksudku? aku bisa gila."

REVIEW:

Rasanya nama Amy Winehouse sebagai artis/penyanyi terasa asing ditelinga Saya. Bahkan hits nya saja satupun Saya tidak tahu. Terutama mungkin musik jazz bukan genre Saya, jadi hal itu tak membuat Saya mengenal sedikitpun sosok penyanyi berparas manis ini. Ya, mungkin bagi yang sudah tahu atau bahkan nge-fans sama artis ini mungkin tak perlu berpikir panjang untuk menonton film dokumenter ini. Nah, bagi yang belum tahu sebaiknya Saya kasih sedikit gambaran dari sosok Amy sendiri. Karena, mungkin akan sulit kalian untuk mengikuti dan menyukai sepak terjangnya jika kamu sendiri belum benar-benar tahu siapa dia sebenarnya. Saya sendiripun sempat menunda-nunda untuk menonton film ini padahal filmnya sendiri sudah Saya simpan lama di dalam file folder selama setahun saat filmnya dirilis. Tapi, akhirnya Saya pun memaksakan untuk tetap menontonnya saat ini juga.

Amy Jade Winehouse aka Amy dilahirkan di Southgate, London, dari ayah Mitchell Winehouse dan ibu Janis. Ia merupakan penyanyi sekaligus penulis lagu beraliran soul, rap dan jazz, yang populer di tahun 2003-2011. Dua album telah dikeluarkannya yaitu 'Frank' (2003) dan 'Back to Black' (2008). Suaranya sempat didengar tidak hanya di Inggris saja, tapi hingga ke Internasional. Salah satu keunggulannya yaitu suaranya yang sempat dipuji beberapa kalangan pemusik terkenal lainnya, dikarenakan suaranya yang terasa orisinil dan berkarakter. Tapi, sayangnya dibalik popularitas dan bakat yang dimilikinya, ia punya masalah karena Amy merupakan pemakai obat-obatan terlarang dan juga seorang alcoholic. Hingga akhirnya kematian merenggut nyawanya pada bulan Juni 2011, di apartemen miliknya di London. Setelah dianalisa penyebab kematiannya adalah keracunan akibat kandungan darah dalam tubuhnya terlalu banyak mengandung cairan alkohol.

Saya bukanlah penikmat film-film dokumenter semacam ini, bahkan sosok dari Amy sendiri tidaklah familiar di telinga dan mata Saya. Jadi, setahun mengabaikan film ini pun memang terasa sangat wajar. Tapi, setelah menonton film ini ada beberapa hal yang semakin membuat Saya semakin terikat dan akhirnya menyukai lebih dalam perjalanan karir panjangnya yang depresif, emosional dan menyedihkan. Asif Kapadia yang juga pernah menyoroti lika-liku kehidupan pembalap nomor 1, Ayrton Senna (Senna). Punya segudang referensi dalam menuangkan sosok gelap dan terang Amy. Asif secara asyik mampu mempersentasikan secara rapih dan acak dari video scenes handicam dan foto-foto kehidupan asli Amy.

Potret seorang Amy pun membuat Saya mulai menyukai sosok wanita kurus berambut gaya Beehive dan riasan mata mirip cleoptara ini. Tidak hanya suara vokal contralto dan lantangnya membuat jantung Saya berdegup setiap kali mendengar ia bernyanyi, tapi kisah hidupnya yang juga penuh kesedihan bercampur depresif yang menaungi perjalanan karirnya. Tidak mudah tapi juga tidak sulit untuk menyukai sosok Amy. Salah satu kemenarikkannya adalah kepandaiannya bergaul dan mudah disukai oleh orang-orang terdekatnya, karena sosok rendah hati, tidak kaku dan selalu menjadi dirinya sendiri baik didepan temannya maupun publik. Selain itu juga kita mengenali juga sahabat-sahabat dekatnya, orang-orang yang mensupport, bahkan kisah cinta Amy bersama kekasihnya Blake yang ia cintai sepenuh hatinya.

Yups, setiap kisah hidup seorang entertainer selalu ada naik-turun tangganya. Hal yang paling berkesan dan menjadikannya salah satu penyanyi jazz terbaik adalah saat-saat tidak hanya ketika Amy berada dalam tangga popularitas, tapi juga sejumlah penghargaan yang ia raih yang jumlahnya tidak sedikit, salah satunya adalah Grammy Awards, hingga ia dicantumkan dalam Guinness Book of World Records tahun 2009, sebagai peraih penghargaan grammy awards terbanyak. Selain itu, kualitas suara dan juga lirik yang ia ambil dari lembaran kehidupannya yang gelap dan melirih menjadi tangga hits di Billboard. Ya, itu adalah sisi terang yang Saya sanggup memberi dua jempol padanya, tapi amat disayangkan adalah cara hidupnya yang salah.

Selain penjabaran dan nama besar seorang Amy, tidak lain film ini juga menceritakan sisi kelam Amy yang sangat berantakan. Sisi gelap nyata seorang yang tengah menanjak karirnya yang secara menukik seperti seorang yang tidak punya masa depan. Tapi, itulah Amy, bahkan kita tak bisa menghakimi bahkan membenci wanita ini dengan hidupnya yang buruk karena cara hidup dan pola pikirnya yang terlalu bebas. Karena disisi lain ia juga punya hal yang bisa dikagumi dan dicintai. Memang tidak sedikit kita mengetahui seorang penyanyi atau band sekalipun tidak dekat dengan namanya heroin, ganja, atau segala hal yang berkaitan dengan kata 'high' (mabok/lagi naik).

Dari segelintir itu pula Amy menjadi satu contoh nyata kehidupan artis dengan popularitasnya tampak tidak bahagia. Ya, film ini menjelaskan secara gelap dan menyedihkannya seorang Amy. Sosok depresif dan rapuh mampu digambarkan dalam setiap gerak gambar foto dan video yang digabung secara acak, tapi tidak membingungkan dan terasa persentasinya sangat fokus dan stabil. Walau terbilang faktor utama yang agak sulit kita ikuti adalah potongan-potongan suara dari opini-opini orang-orang terdekatnya, yang digabung dalam satu gambar dan video sempat memberikan spiral yang agak membingungkan di kepala Saya.

Amy Winehouse adalah sebuah biografi seorang wanita terkenal yang hampir saja menjadi seorang legenda karena bakat yang diakui dunia dan masyarakat, jika popularitasnya tidak dibarengi dengan cara hidupnya yang suram. Sekali lagi kita mempelajari sebuah studi karakter yang punya nama besar di dunia namun harus terjerembab dalam barang nista seperti narkoba dan alkohol. Sebuah dokumentasi yang mungkin bagi penyuka lagu-lagu jazz terutama penggemar Amy Winehouse sendiri mungkin harus menonton ini. Dan buat Saya pribadi, Saya sepertinya bakal hunting lagu-lagunya seperti 'Rehab'. Dan film ini tetap asyik untuk ditonton, walau kamu sendiri awalnya tidak tahu apapun soal Amy, tapi ketika kamu menyingkap lebih dalam kehidupan suram, sad, high, dari sebuah perjalanan popularitasnya, kamu akhirnya mungkin akan menyukai ini, Segmented.

Amy (2015)
Poster Film Amy
Amy (2015)

OFFICIAL RATING | AMY (2015)
rating film imdb
gambar film the voices by lemonvie
"Mendengar suara kebaikan atau kejahatan."

SINOPSIS:
Jerry (Ryan Reynolds) adalah pria yang bekerja di sebuah pabrik pembuat bak mandi. Pegawainya pakai seragam merah jambu (Ah, lupakan, tidak penting). Jerry orangnya berkepribadian aneh, tapi tidak membuat orang-orang menjauhinya. Dia lucu dan kebetulan juga ganteng bro! (Yaiyalah, Ryan Reynolds!!!).

Nah, si Jerry ini punya penyakit dimana ia bisa denger kucing dan anjing piaraannya bicara. Tapi, ya tentu saja itu cuman ilusi dia aja karena masalah psikisnya. Si Jerry ini, punya rasa suka sama cewek cakep di tempat kerjanya itu, bernama Fiona (Gemma Arterton). Suatu ketika si Jerry ngecengin si Fiona, mau diajak makan di restoran cina. Karena, sebetulnya si Fiona ga tertarik dengan Jerry karena kepribadiannya itu. Ia, malah dengan sengaja tidak datang ke kencan tersebut dan malah pergi berkaraoke bersama teman sekantornya. Dengan, sedih hati karena sang pujaan hati tak datang pada hari itu, Si Jerry lekas pulang... Eh, dasar jodoh, baru aja pulang dari resto, ia malah ketemu Fiona di jalan, kebetulan hujan dan mobilnya mogok, si Jerry mengantarkannya pulang..

Nah disinilah, akhirnya kepribadian Jerry terungkap...
Lebih baik nonton sendiri aja ya... Yang pasti si Jerry jadi psikopat tukang jagal di film ini.

REVIEW:
Filmnya lucu?
Ya, karena ada kucing, anjing, dan juga potongan kepala manusia berbicara disini, tentu saja lucu.

Horor?
Ya iyalah, ada darah-darah, mutilasi, kepala manusia, dan tentu saja si Ryan Reynolds sebagai si tukang jagal kejam sekaligus baik hati. Nah, disinilah terlihat bagaimana beban psikologis Jerry dimana ada bisikan-bisikan dari dua hewan yang dia pelihara itu. Si kucing, Mr Whiskers menjadi pembujuk Jerry berbuat jahat dan si anjing, Bosco yang meluruskan hati Jerry ke jalan yang benar.

Ya, seperti yang saya tulis film ini keliatan sangat kejam dan seram. Tapi, sebetulnya hal tersebut tak terlalu membuat kita jijik atau ngeri, justru yang Saya lihat betapa konyolnya film ini. Walau pada dasarnya cuman sedikit Saya bisa ketawa nonton ini film.

Ya, tentu saja konyolnya adalah kucing dan anjing yang berbicara, dan juga kepala-kepala manusia korban mutilasi Jerry. Yap, disini kita tidak melihat sosok Jerry yang jahat, tetapi justru sosok Jerry yang polos... Ya, karakter Ryan Reynolds disini sangat polos.
Yang membuat sedikit tertarik dengan film ini adalah bagaimana fakta seramnya film penjagal, bisa dihiasi dengan humor-humor.
The Voices (2015)
The Voices (2015)
The Voices (2015)
gambar film macbeth by lemonvie
"Ambisi besar akan hausnya kekuasaan membuatmu menghalalkan segala cara. Dan akhirnya membuatmu gila."

SINOPSIS: 
Shakespare? Saya nggak kenal shakespeare atau semacamnya? Tapi, kali ini Saya akan membahas soal film yang di adaptasi dari karya Shakespeare yang melegenda itu.

Terjadi sebuah sabotase kepemimpinan raja dataran Skotlandia oleh seorang ksatria yang sebetulnya sangat dipercaya oleh rajanya sendiri dalam setiap perang karena dia hebat. Ksatria itu bernama Macbeth (Michael Fassbander, broo...! Uyeaah...). Setelah perang dimenangkan olehnya ia didatangi oleh sekelompok wanita-wanita aneh yang dijuluki penyihir atau peramal atau apalah (entah ini kok mereka tiba-tiba nongol di lokasi perang?? Ambigu banget...). Mereka mengatakan pada si Macbeth tersebut dimasa depan ia bakal menjadi pemimpin kerajaan alias menjadi raja...

Wapahhh!!? dan si Bender ehhh, maksud Saya si Macbeth merasa sedikit mempercayai kata-kata penyihir itu.

Yah...bener... mulailah otak jahat Macbeth muncul... Demi ambisi dan kepercayaannya pada mulut si penyihir. Ia mulai melakukan kejahatan pada rajanya sendiri, yaitu berencana membunuh si raja dan menggantikan perannya menduduki singgasana.

Bersama istrinya yang sama jahatnya (Marrion Cotillard), mendukung sepenuhnya dan malah membujuk-bujuk supaya si suami berani melakukan pembunuhan itu.

REVIEW:
Bisa kita lihat ambisi besar akan membuat orang menghalalkan segala cara...
Dari perubahan besar seorang ksatria panutan dan terpercaya bisa berubah menjadi iblis kejam...
Demi ambisi kekuasaan dan juga bisikan bisikan maut.

Lihat saja apa yang terjadi setelah Macbeth menduduki posisi raja, bukanlah kebahagiaan dan kegembiraan. Malah yang terjadi parno terhadap keadaan, seolah-olah jalan yang diambilnya itu salah, setiap orang yang ia tatap seperti mengetahui apa yang telah ia lakukan. Padahal semua itu hanya rasa takut berlebihan. Bahkan kekejaman sang raja baru ini semakin berlanjut.

Cerita memang udah lama banget.. udah berabad-abad lampau. Bahkan sebelum Albert Einstein ada.. Wkwkwk... (Apa hubungannya? dafuq..)

Jika kamu penyuka film kerajaan-kerajaan mungkin lumayan cocok buat kamu, karena dari segi visual udah lumayan manteb lah... karena ia bisa mengambil sudut demi sudut alam Skotlandia...

Tapi, jika kamu bukan penyuka film yang kebanyakan dialognya berisi puisi bla, bla bla, ala drama panggung... Silahkan saja...

Tapi, jika kamu berharap adegan baku hantam ala pedang-pedangan atau kalau kamu pernah menonton Game of Thrones, jangan harap deh... ceritanya buat Saya sih lumayan, tapi untuk dialog-dialog ngejelimet di film ini Saya rasa Saya dah nyerah dengan otak Saya...

Film ini antara susah dan mudah untuk ditonton...

Susahnya itu gaya bahasa film ini.. Kecuali kamu pecinta sastra-sastra lama, atau juga kamu itu anak Sastrawan... Kalo ga ngerti puisi nyerah aja deh...

Mudahnya itu ceritanya ga terlalu rumit.. kalau kamu sanggup mengabaikan gaya bahasanya dan fokus sama kegilaan si Macbeth sebagai raja baru. Silahkan aja, karena akting si Fassy ini ga usah diraguin lagi, apalagi ada si nyonya menyebalkan Marion Cottilard yang juga udah banyak ngebantu meramaikan suasana.

OVERALL, Saya ga terlalu-terlalu yakin ngasih nih film score yang besar, terlebih karena kurang nyamannya Saya nonton film ini sampai habis. Rasa frustasi Saya makin besar dengan gaya bicara dan bahasa film ini (ga! ga! ga kuat!).

Macbeth (2015)
Macbeth (2015)
Macbeth (2015)
Mustang (2015)

"Bebas atau Terkekang"


Saya sangat tertarik membuat salah satu review film dari Turki ini untuk menelaah bagaimana cerita tentang lima gadis bersaudara ini menghadapi sebuah kerumitan hidup yang sangat menggoyahkan dan emosional. Sangat-sangat luar biasa bagaimana Saya bisa memberi applause setelah menontonnya. Bisa Saya katakan menyentuh, dan bisa juga membuat Saya berpikir sejenak untuk meresapi setiap bagan cerita yang bisa sangat bermakna ini.

Clouds of Sils Maria (2015)
"Dilema seorang bintang besar dalam kehidupan berakting"

Menjadi artis besar dan berakting di depan kamera itu tidaklah mudah, upaya untuk selalu berakting totalitas selalu menjadi faktor utama seorang bintang besar bisa bersinar karena penampilannya. Tapi, bukan berarti melakoni sebuah peran itu tanpa sebuah beban. Karena berakting adalah berperan menjadi orang lain. Kebiasaan dan gaya hidup yang bertolak belakang, serta sifat yang bertolak belakang dengan diri kita sendiri akan menyebabkan depresi berkepanjangan. Meskipun dunia akting bukanlah hal baru lagi, berbagai peran sudah dilakoni. Mungkin bisa jadi jika seorang aktor/artis dimintai peran yang tidak disukainya, tetapi terpaksa menjalaninya. Mungkin ini yang dirasakan oleh Maria Enders (Juliette Binoche), seorang artis senior yang sudah berumur 40 Tahun menjejali dunia akting dan kehidupan seorang superstar.

Everest (2015)

Hadir dalam kisah nyata sekelompok climber mencoba mendaki puncak gunung tertinggi di dunia untuk di taklukan. Bukan sebuah usaha yang gampang karena untuk melakukan hal tersebut butuh persiapan fisik dan mental yang luar biasa karena kondisi gunung yang sangat mematikan oleh suhu dingin di bawah titik derajat dan diluar kemampuan tubuh manusia untuk melewatinya. Sungguh sangat gila memang jika sebelumnya saja sudah banyak berjatuhan korban karena pendakian yang panjang dan melelahkan ini.

gambar film everest by lemonvie

Dan dari sinilah kita dapat melihat hal yang bukan saja tentang sebuah petualangan ekstrim nan dingin dari Baltasar Kolmakur (Director), tapi juga sebuah survival dalam usaha manusia untuk melawan kekuatan alam. Dengan deretan cast besar semacam Jason Clarke, Jake Gyllenhaal, Sam Worthington, Josh Brolin, dan Keira Knightley. Ini sebuah tantangan besar bagi Baltasar untuk membawa penontonnya masuk ke dalam kengerian bahwa Hipotermia itu tidak sesederhana kedengarannya, yang jelas apa yang akan kita saksikan adalah rasa dingin ekstrim dan beku sepanjang film.

Tentu bukan cuma dingin yang menghadang tapi juga badai salju, salju longsor, jurang es, dan juga tebing-tebing curam pengunungan. Dan tentu apa yang dihadirkan mampu membuat kita tahu betapa menakutkannya Everest sebagai salah satu kemegahan alam dunia yang tentu mampu ditampilkan dengan tampilan visual yang indah dari setiap sudut pegunungan.

gambar film everest by lemonvie 2

Tapi sepertinya Saya memandang bahwa Baltasar kurang mampu memadatkan jalan ceritanya. Menanjak dan membuat kelelahan penontonnya, seperti kita benar-benar harus memanjat gunung tersebut untuk mencapai klimaks ceritanya. Memang sih tidak begitu melelahkan, hanya saja Saya kurang mendapatkan kekuatan juga dari para cast yang seharusnya mampu tampil lebih lagi. Banyak cast yang rasanya kurang mendapat penonjolan kecuali Jason Clarke dan Josh Brolin yang memang sebagai leader cerita banyak mendapat bagian. Ataukah karena terlalu banyak karakter di dalam film? Bahkan Saya tidak begitu tertarik melihat Jake Gyllenhaal bermain disitu. Dia seperti pemeran biasa saja dengan brewok lebatnya.
 
gambar film everest by lemonvie 3

gambar film everest by lemonvie 4

Overall, Meski dengan segala kekurangan itu Saya tetap menikmati apa yang disajikan oleh film ini. Memang Baltasar sudah sepenuhnya mampu menawarkan cerita dengan efek visual dan kisah survival yang mengagumkan dari gunung tertinggi sebagai terornya. Dia tidaklah istimewa tapi mungkin ini bisa menjadi tontonan yang lumayan menarik.

gambar film everest by lemonvie 5

Everest (2015)
Everest (2015)
Everest (2015)
Hotel Transylvania 2 (2015)

Jika kamu suka dengan Hotel Transylvania pertama maka kamu akan menyukai juga yang Hotel Transylvania 2. Karena apa yang akan disajikan pada sekuelnya ini sama-sama menyajikan rentetan komedi menyenangkan tanpa henti. Penuh sukaria bahwa setiap karakternya akan mampu membuatmu tertawa lepas karena tingkah konyol para monster-monster yang sebenarnya menakutkan ini dikumpul menjadi satu.

gambar film hotel transylvania by lemonvie

Dengan hubungan lebih lanjut antara Jonathan dan Mavis pada akhirnya mereka berdua menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Dennis, sang kakek Dracula berharap kepada cucunya bahwa cucunya tersebut akan menjadi seorang keturunan vampir selanjutnya, dan bukan menjadi keturunan manusia. Karena percaya bahwa darah vampir yang lebih kuat dari darah manusia, dan hanya masalah waktu untuk membuktikan bahwa Dennis akan bertaring vampir ketika umur 4 Tahun.

gambar film hotel transylvania by lemonvie 2

Pertentangan antara keluarga Jonathan yang notabene manusia menginginkan Dennis dibawa ke lingkungan manusia dan bukannya bergaul dengan para monster. Sementara Dracula percaya bahwa darah vampir ada pada diri Dennis dan agar melatih Dennis menjadi vampir sejati dan bukannya menjadi manusia.

Konflik yang dihadirkan dari kartun ini sebenarnya tidak akan berlaku dan menimbulkan emosi penontonnya seperti yang sering dihadirkan oleh koleganya Disney. Yang dihadirkan justru hanyalah keseruan dan kekonyolan demi kekonyolan disetiap momen dan setiap tempat. Tanpa sadar kisahnya sendiri terasa kurang dan memperkuat setiap karakter yang ada, karena tak ada satupun momen menyentuh terselip di ceritanya. Seharusnya dengan adanya anggota keluarga baru dan juga konflik antara keluarga Jonathan dan para monster bias digali dan mampu memberi ikatan kuat.

gambar film hotel transylvania by lemonvie 3

Tapi, apalah daya jika kamu berharap adanya peningkatan cerita dan ikatan kuat para karakter bersiap-siaplah untuk kecewa. Karena buat Saya sendiri seperti yang saya bilang diawal kata-kata bahwa HT1 sama saja dengan HT2. Hanya saja Saya masih sanggup terhibur dengan kekonyolan-kekonyolan monster dan juga warna-warna cantik yang tampil begitu berwarna yang tetap bisa membuat Saya terbelalak mata ketika menontonnya.

gambar film hotel transylvania by lemonvie 4

Anggaplah ini sebuah parodi hiburan animasi yang masih sanggup membuatmu tertawa dengan komedinya yang Over tapi tetap dapat diterima, meski minim emosi karena isinya hanya ada hanya keseruan, kehebohan, keceriaan dan tentu saja komedi super cepat dengan iringan musik dan lagu popular yang semakin memeriahkan suasana yang sebenarnya seram menjadi sebuah pesta kelucuan tanpa henti.
Ya, ini masih menarik dan lucu…

Hotel Transylvania 2 (2015)
POSTER | Hotel Transylvania 2 (2015)
Hotel Transylvania 2 (2015)