A Ghost Story (2017) Movie Review - LEMONVIE

A Ghost Story (2017) Movie Review

, , No Comments
🙶 I'm waiting for someone.🙷

Hantu, laksana entitas misteri yang takkan terjawabkan, apakah mereka hidup sama seperti kita atau samasekali berbeda. Ada yang menyebutkan mereka adalah arwah penasaran manusia yang telah mati, ada juga yang mempercayai sebagai sosok jin atau setan. David Lowery (Ain't Them Bodies Saints, Pete's Dragon) memilih sosok hantu berasal dari eks-manusia yang telah mati, jauh dari kata horror, film bertajuk perjalanan hantu melewati garis ruang dan waktu antara kehidupan dan kematian, ini sebuah karya orisinil, selain membawa sudut pandang hantu yang biasanya menjadi objektifikasi film horror yang guna menakuti penonton dengan penampakan seram lagi menakutkan. A Ghost Story lebih bermakna soal drama pencarian dan kehilangan, entitas yang seolah terlupakan dan tersesat di dunia yang tidak lagi dimilikinya.


Sebut saja C (Casey Affleck) hidup bahagia bersama kekasihnya M (Rooney Mara) yang tinggal disebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi naas kejadian tak terduga menimpa C yang saat itu sedang mengendarai mobil pribadi miliknya, mengalami kecelakaan sehingga nyawanya tak sempat lagi tertolong. C yang sudah meninggal dan jasadnya terbujur kaku, bangkit kembali namun dalam wujud yang berbeda, menggunakan kain putih disekujur tubuh dengan kedua lubang mata hitam di kepalanya, ia kembali ke rumah kekasihnya yang sekarang tinggal sendiri di rumah bekas tempat mereka tinggal berdua, mencoba mencari tahu dan berinteraksi.

Melalui persentasi, absurditas hingga kental akan nuansa arthouse, A Ghost Story memang hanya disajikan untuk penonton minoritas. Apalagi berharap ini akan menyajikan horror mencekam layaknya "Insidious" atau "The Conjurung", jangan harap, mengingatkan saya juga dengan salah satu indie horror dari negara Iran "A Girl Walks Home Alone at Night" menggapai orisinalitas dan element classic yang dipuji kritikus. Lowery mengajak kita mengenal dunia yang sering dibayangkan oleh banyak orang soal kehidupan setelah mati, kesepian, kehilangan, kesesatan, dan kekosongan tanpa terbayang bahwa di alam berikutnya tanpa sadar waktu terus berotasi, orang-orang yang kita cintai telah pergi dan tak mengingat kita lagi, dan kita bukan siapa-siapa sementara menjadi hantu eksis dalam kehampaan dan ketiadaan tanpa ujung.



Penekanan drama dalam dua dunia yang saling bersinggungan meski eksistensi hantu tak mampu dilihat dan dirasakan oleh manusia (hidup), tapi secara cerdik Lowery membentuk alasan yang kemudian menjadi ironi dan dilema. Ada emosi ketika sebait rasa disampaikan melalui M dalam ratapan duka dan lara menangisi sang kekasih, padahal didekatnya hadir hantu C yang hanya mampu melihatnya dari sisi lain, tak bergeming. Melalui bungkusan kain, mungkin sulit merasakan emosi hantu, selain hal tersebut berdampak menjadi kekosongan tak bernyawa, tapi bukan berarti tak nampak, sesekali kita ikut merasakan sentimental melalui perilaku yang kadang "Mungkin jika piring, bingkai foto, jatuh dan pecah, hantu sedang marah".

Filmnya memikat secara aneh, pesannya menyampaikan bahwa dunia kematian pun sama dengan kehidupan, mencari tujuan dan harapan selain eksistensi mereka di dunia pun begitu panjang. Memberikan jawaban tentang "Kenapa rumah itu berhantu?", "Kenapa hantu itu usil dan jahat?", "Kenapa hantu didefinisikan sebagai entitas roh yang gentayangan dan mengganggu?" dan "Kenapa hantu selalu ada, dan tak menghilang dari kehidupan manusia?". Ya, bukan itu saja, film ini pun mencoba melodramatis dalam keheningan, kehampaan jadi dilema, dalam kurun waktu yang begitu panjang, eksistensi hantu pun menjadi mengerikan, melewati evolusi kehidupan dan zaman, sementara eksistensi mereka pun tetap statis. Tapi, sayang menemukan kisah yang saya harap linear pun berubah menjadi janggal, menciptakan jenis realita dalam cerita ruang dan waktu pun menjadi terasa aneh. Meski ini tidak seaneh "2001: A Space Oddysey" atau "Interstellar", ini tidak terlalu cantik untuk sebuah narasi yang magis dan haunting dengan pendekatan yang lebih realistis, terkesan dalam simpul yang aneh.


Tapi, ini tetap persentasi yang luar biasa, emptiness dalam visual arthouse yang luar biasa, bagai lukisan gerak yang menjerat melalui garapan sinematografer Andrew Droz Palermo. Meski kadang beberapa bagian diambil dengan take long shot yang lama, bahkan adegan Rooney Mara yang makan kue pie sambil menangis hampir terasa 2 menit lebih berjalan tanpa cut, tapi hal ini sukses mendekatkan emosi penonton pada para tokoh, melalui kehangatan, kepiluan dan keheningan, juga Daniel Hart menggubah aransmen musik yang kadang dari sayatan biola yang melirih, ataupun musik tempo yang kadang mampu membangun atmosfer terasa mencekam.

Sebetulnya garapan Lowery terasa luar biasa, kala ia pun selalu berani merangkul kisah yang sulit di terima kaum generik, semenjak Pete's Dragon, dari adaptasi kartun Disney yang kurang sukses, namun ia garap sebaik mungkin dengan "hati". A Ghost Story, dengan budget kecil, meski tahu filmnya takkan hype besar-besaran, melalui sentuhan art cinematic dan keindahan visual yang luas, mempertaruhkan penghasilan daripada kecintaan. Tapi, melandaskan kisah hantu diantara ruang dan waktu, ini tidak terlalu istimewa sebagai karya orisinil, meski konklusi akhir menjadi nyawa film yang tersampaikan kuat, tapi linearitas menjadi imbas kekecewaan. Merubah rasa suka saya menjadi emptiness total, meski A Ghost Story tetap film yang cukup berbeda dan tetap memiliki "hati" didalamnya.



| Director |
David Lowery
| Writer |
David Lowery
| Cast |
Rooney Mara, Casey Affleck
| Studio |
Ideaman Studios
| Rating |
R (for brief language and a disturbing image)
| Runtime |
92 minutes (1h 32min)



OFFICIAL RATING | A GHOST STORY (2017)
Rating Film IMDB

Rating Film Rottentomatoes

0 comments:

Post a Comment